April 26, 2011

Kerajaan Mataram Hindu-Buddha / Mataram Kuno


Kerajaan Mataram Kuno sering disebut dengan Bhumi Mataram, yang terletak di Jawa Tengah. Mataram dikelilingi oleh pegunungan serayu, gunung prau, gunung sindoro, gunung sumbing, gunung ungaran, gunung merbabu, gunung merapi, pegunungan kendang, gunung lawu, gunung sewu serta gunung kidul. Dan dialiri sungai Progo, Bogowonto, Elo, dan Bengawan Solo. Kerajaan Mataram Kuno sering disebut sebagai pembeda dengan Mataram Baru atau Kesultanan Mataram (Islam).

Kerajaan Mataram berkuasa di Jawa Tengah bagian selatan antara abad ke-8 dan abad ke-10 dengan pusat pemerintahan di Lembah Sungai Progo (Magelang). Nama Mataram pertama kali disebut pada prasasti yang ditulis pada masa raja Balitung.

A.   Mataram Hindu – Wangsa Sanjaya (732 M)
  1. Sejarah dan Lokasi
Prabu Harisdarma seorang raja dari Kerajaan Sunda. Ia juga merupakan penerus  Kerajaan Galuh yang sah. Ayahnya bernama Bratasenawa yang merupakan raja ketiga Kerajaan Galuh. Saat pemerintahan Bratasenawa pada tahun 716 M, Kerajaan Galuh dikudeta oleh Purbasora. Purbasora dan Bratasena adalah saudara satu ibu, tetapi lain ayah.  Bratasenawa beserta keluarga melarikan diri ke Pakuan, pusat Kerajaan Sunda, dan meminta bantuan pada Tarusbawa. Tarusbawa sendiri adalah teman dekat Prabu Harisdarma sendiri adalah suami dari cucu Tarusbawa.
Sanjaya yang merupakan penerus Kerajaan Galuh menyerang Purbasora yang saat itu menguasai Kerajaan Galuh dengan bantuan dari Tarusbawa dan berhasil melengserkannya. Prabu Harisdarma pun menjadi raja Kerajaan Sunda Galuh. Prabu Harisdarma yang juga ahli waris dari Kalingga, kemudian menjadi penguasa Kalingga Utara yang disebut Bumi Mataram dan dikenal dengan nama Sanjaya pada tahun 732 M. Sanjaya atau Prabu Harisdarma, raja kedua Kerajaan Sunda (723-732 M), menjadi raja Kerajaan Mataram (Hindu) (732-760 M). ia adalah pendiri Kerajaan Mataram Kuno sekaligus pendiri Wangsa Sanjaya.
 

  1. Sumber Sejarah
      Prasasti Canggal
Prasasti ini ditemukan di halaman Candi Gunung Wukir di desa Canggal Tahun 732 M dalam bentuk Candrasangkala. Menggunakan huruf pallawa dan bahasa sangsekerta. Isi prasasti tentang pendirian Lingga (lambang Syiwa) merupakan agama Hindu beraliran Siwa di desa Kunjarakunja oleh Raja Sanya serta menceritakan bahwa yang menjadi raja mula-mula adalah sena yang kemudian digantikan oleh Sanjaya.

Prasasti Metyasih/Balitung
Prasasti ini ditemukan di desa Kedu, berangka tahun 907 M.  Prasasti Metyasih yang diterbitkan oleh Rakai Watukumara Dyah Balitung (Wangsa Sanjaya ke-9) terbuat dari tembaga.. Prasasti ini dikeluarkan sehubungan dengan pemberian hadiah tanah kepada lima orang patihnya di Metyasih, karena telah berjasa besar terhadap Kerajaan serta memuat nama para raja-raja Mataram Kuno.
 

  1. Kehidupan Ekonomi, Sosial, Politik dan Budaya
Dari prasasti Metyasih tersebut, didapatkan nama-nama raja dari Wangsa Sanjaya yang pernah berkuasa, yaitu :
 1.            Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya (732-760 M)
Masa Sanjaya berkuasa adalah masa-masa pendirian candi-candi siwa di Gunung Dieng. Kesusasteraan tidak menjadi monopoli kelas profesional. Pendidikan puisi merupakan pendidikan yang wajib diikuti oleh umum, terlebih bagi kalangan pegawai istana dan pemuka masyarakat.
Sanjaya memberikan wejangan-wejangan luhur untuk anak cucunya. Apabila sang Raja yang berkuasa memberi perintah, maka dirimu harus berhati-hati dalam tingkah laku, hati selalu setia dan taat mengabdi pada sang raja. Bila melihat gerak lirik raja, tenagkanlah dirimu menerima perintah dan tindakan dan harus menangkap isinya. Bila belum mampu mengadu kemahiran menagkap tindakan, lebih baik duduk terdiam dengan hati ditenangkan dan jangan gentar dihadapan sang raja.
Sanjaya selalu menganjurkan perbuatan luhur kepada seluruh punggawa dan prajurit kerajaan. Ada empat macam perbuatan luhur untuk mencapai kehidupan sempurna, yaitu :
·        Tresna (Cinta Kasih)
·        Gumbira (Bahagia)
·        Upeksa (tidak mencampuri urusan orang lain)
·        Mitra (Kawan, Sahabat, Saudara atau Teman) 
Sri Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya mangkat kira-kira pertengahan abad ke-8 M. Ia digantikan oleh putranya Rakai Panangkaran.

2.            Sri Maharaja Rakai Panangkaran (760-780 M)
Rakai Panangkaran yang berarti raja mulia yang berhasil mengambangkan potensi wilayahnya. Rakai Pangkaran berhasil mewujudkan cita-cita ayahandanya, Sri Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya dengan mengambangkan potensi wilayahnya.
Nasehatnya yang terkenal tentang kebahagiaan hidup manusia  adalah :
·        Kasuran (Kesaktian)
·        Kagunan (Kepandaian)
·        Kabegjan (Kekayaan)
·        Kabrayan (Banyak Anak Cucu)
·        Kasinggihan (Keluhuran)
·        Kasyuwan (Panjang Umur)
·        Kawidagdan (Keselamatan)
Menurut Prasati Kalasan, pada masa pemerintahan Rakai Panangkaran dibangun sebuah candi yang bernama Candi Tara, yang didalamnya tersimpang patung Dewi Tara. Terletak di Desa Kalasan, dan sekarang dikenal dengan nama Candi Kalasan.

3.            Sri Maharaja Rakai Panaggalan (780-800 M)
Rakai Pananggalan yang berarti raja mulia yang peduli terhadap siklus waktu. Beliau berjasa atas sistem kalender Jawa Kuno. Rakai Panggalan juga memberikan rambu-rambu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, seperti berikut ini “Keselamatan dunia supaya diusahakan agar tinggi derajatnya. Agar tercapai tujuannya tapi jangan lupa akan tata hidup”
Visi dan Misi Rakai Panggalan yaitu selalu menjunjung tinggi arti penting ilmu pengetahuan. Perwujudan dari visi dan misi tersebut yaitu Catur Guru. Catur berarti empat Guru berarti berat. Jadi artinya empat guru yang mempunyai tugas berat. Catur Guru terdiri dari :
·        Guru Sudarma, orang tua yang melairkan manusia.
·        Guru Swadaya, Tuhan
·        Guru Surasa, Bapak dan Ibu Guru di sekolah 
·        Guru Wisesa, Pemerintah pembuat undang-undang untuk kepentingan bersama
Pemberian penghormatan dalam bidang pendidikan, maka kesadaran  hukum dan pemerintahan di Mataram masa Rakai Pananggalan dapat diwujudkan.

4.            Sri Maharaja Rakai Warak (800-820 M)
Rakai Warak, yang berarti raja mulia yang peduli pada cita-cita luhur. Pada masa pemerintahannya, kehidupan dalam dunia militer berkembang dengan pesat. Berbagai macam senjata diciptakan. Rakai Warak sangat mengutamakan ketertiban yang berlandaskan pada etika dan moral. Saat Rakai Warak berkuasa, ada tiga pesan yang diberikan, yaitu :
1.      Kewajiban raja adalah jangan sampai terlena dalam menata, meneliti, memeriksa dan melindungi.
2.      Pakaian raja adalah menjalankanlah dengan adil dalam memberi hukuman dan ganjaran kepada yang bersalah dan berjasa.
3.      Kekuatan raja adalah bisa mengasuh, merawat, mengayomi dan memberi anugrah.

5.            Sri Maharaja Rakai Garung  (820-840 M)
Garung memiliki arti raja mulia yang tahan banting terhadap segala macam rintangan. Demi memakmurkan rakyatnya, Sri Maharaja Rakai Garung bekerja siang hingga malam. Hal ini dilakukan tak lain hanya mengharap keselamatan dunia raya yang diagungkan dalam ajarannya.
Dalam menjalankan pemerintahannya Rakai Garung memiliki prinsip tri kaya parasada yang berarti tiga perilaku manusia yang suci. Tri Kaya Parasada yang dimaksud, yaitu :
·        Manacika yang berarti berfikir yang baik dan benar.
·        Wacika yang berarti berkata yang baik dan benar.
·        Kayika yang berarti berbuat yang baik dan benar.

6.            Sri Maharaja Rakai Pikatan (840 – 856 M)
Dinasti Sanjaya mengalami masa gemilang pada masa pemerintahan Rakai Pikatan. Dalam Prasasti Tulang Air di Candi Perut (850 M) menyebutkan bahwa Rakai Pikatan yang bergelar Ratu mencapai masa kemakmuran dan kemajuan. Pada masa pemerintahannya, pasukan Balaputera Dewa menyerang wilayah kekuasaannya. Namun Rakai Pikatan tetap mempertahankan kedaulatan negerinya dan bahkan pasukan Balaputera Dewa dapat dipukul mundur dan melarikan diri ke Palembang.
Pada zaman Rakai Pikatan inilah dibangunnya Candi Prambanan dan Candi Roro Jonggrang. Pembuatan Candi tersebut terdapat dalam prasasti Siwagraha yang berangka tahun 856 M. Rakai Pikatan terkenal dengan konsepnya Wasesa Tri Dharma yang berarti tiga sifat yang mempengaruhi kehidupan manusia.

7.            Sri Maharaja Rakai Kayuwangi (856 – 882 M)
Prasasti Siwagraha menyebutkan bahwa Sri Maharaja Rakai Kayuwangi memiliki gelar Sang Prabu Dyah Lokapala. Tugas utamanya yaitu memakmurkan, mencerdaskan, dan melindungi keselamatan warga negaranya.
Pada masa pemerintahannya, Rakai Kayuwangi menuturkan bahwa ada  enam alat untuk mencari ilmu, yaitu :
1.      Bersungguh-sungguh tidak gentar
Semua tutur kata dan budi bahasa dilakukan dengan baik, selaras dan menyatu.
2.      Bertenggang rasa
Memperhatikan sikap yang kurang baik dengan kebenaran.
3.      Ulah pikiran
Menimbang-nimbang dengan memperhatikan tujuan kemampuan dan kemauan yang diterapkan harus atas pemikiran yang tepat.
4.      Penerapan ajaran 
Dalam setiap melaksanakan kehendak harus dipertimbangkan, jangan sampai tergesa-gesa. Jangan melupakan ajaran terdahulu, ajaran masa kini perlu untuk diketahui
5.      Kemauan
Sanggup sehidup semati, mematikan keinginan dan membersihkan diri. Dalam kata lain, tekad dan niat harus dilakukan dantidak segan-segan dalam melakukan pekerjaan
6.      Menguasai berbagai bahasa
Memahami semua bahasa agar mampu mengatasi perhubungan serta mampu mengakrabi siapa saja.

8.            Sri Maharaja Rakai Watuhumalang (882 – 899 M)
Sri Maharaja Rakai Watuhumalang memiliki prinsip dalam menjalankan pemerintahannya. Prinsip yang dipegangnya adalah  Tri Parama Arta yang berarti tiga perbuatan untuk mengusahakan kesejahteraan dan kebahagiaan orang lain. Tri Parama Arta terdiri dari :
1.      Cinta Kasih, menyayangi dan mengasihi sesama makhluk sebagaimana mengasihi diri sendiri.
2.      Punian, perwujudan cinta kasih dengan saling tolong menolong dengan memberikan sesuatu yang dimiliki secara ikhlas.
3.      Bakti, perwujudan hati nurani berupa cinta kasih dan sujud Tuhan, orang tua, guru dan pemerintah.

9.            Sri Maharaja Watukumara Dyah Balitung (898 – 915 M)
Pada masa pemerintahannya beliau memiliki seorang teknokrat intelektual yang handal bernama Daksottama. Pemikirannya mempengaruhi gagasan Sang Prabu Dyah Balitung. Masa pemerintahannya duja menjadi masa keemasan bagi Wangsa Sanjaya. Sang Prabu aktif mengolah cipta karya untuk mengembangkan kemajuan masyarakatnya. Dalam mengolah cipta karya, tahun 907 Dyah Balitung membuat Prasasti Kedu atau Metyasih yang berisikan nama-nama raja Kerajaan Mataram Wangsa Sanjaya. Serta menjelaskan bahwa pertunjukan wayang (mengambil lakon Bima di masa muda) untuk keperluan upacara telah dikenal pada masa itu.

10.        Sri Maharaja Rakai Daksottama (915 – 919 M)
Daksottama yang berarti sorang pemimpin yang utama dan istimewa. Pada masa pemerintahan Dyah Balitung, Daksottama dipersiapkan untuk menggantikannya sebagai raja Mataram Hindu.

11.        Sri Maharaja Dyah Tulodhong (919 – 921 M)
Rakai Dyah Tulodhong mengabdikan dirinya kepada masyarakat menggantikan kepemimpinan Rakai Daksottama. Keterangan tersebut termuat dalam Prasasti Poh Galuh yang berangka tahun   809 M. Pada masa pemerintahannya, Dyah Tulodhong sangat memperhatikan kaum brahmana

12.        Sri Maharaja Dyah Wawa ( 921 – 928 M)
Rakai Sumba Dyah Wawa dinobatkan sebagai raja Mataram pada tahun 921 M. Beliau terkenal sebagai raja yang ahli dalam berdiplomasi, sehingga sangat terkenal dalam kancah politik internasional.
Roda perekonomian pada masa pemerintahannya berjalan dengan pesat. Dalam menjalankan pemerintahannya Dyah Wawa memiliki visiTri Rena Tata yang berarti tiga hutang yang dimiliki manusia. Pertama hutang kepada Tuhan yang menciptakannya, Kedua hutang jasa kepada leluhur yang telah melahirkannya. Dan ketiga, hutang ilmu kepada guru yang telah mengajarkannya.

13.        Sri Maharaja Rakai Empu Sendok (929 – 930 M)
Empu Sendok, terkenal dengan kecerdasan, ketangkasan , kejujuran dan kecakapannya. Manajemen dan Akuntansi dikuasai, psikologi diperhatikan.

  1. Keruntuhan Wangsa Sanjaya
Pada abad ke-10, Dyah Wawa mempersiapkan stategi suksesi Empu Sendok yang memiliki integritas dan moralitas sebagai calon pemimpin Mataram. Pada saat itulah pemerintahan Dyah Wawa mengalami kemunduran. Empu Sendok yang memegang pemerintahan setelah Dyah Wawa meninggal merasa khawatir terhadap serangan yang dilancarkan oleh Kerajaan Sriwijaya. Empu Sendok memindahkan pusat pemerintahannya dari Jawa Tengah ke Jawa Timur Sumber lain menyebutkan perpindahan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur disebabkan oleh meletusnya gunung merapi di Jawa Tengah.

B.  Mataram Budha – Wangsa Syailendra (752 M)
1.     Sejarah dan Lokasi
Syailendra adalah wangsa atau dinasti Kerajaan Mataram Kuno yang beragama Budha. Wangsa Syailendra di Medang, daerah Jawa Tengah bagian selatan. Wangsa ini berkuasa sejak tahun 752 M dan hidup berdampingan dengan Wangsa Sanjaya.

2.     Sumber Sejarah
Nama Syailendra pertama kali dijumpai dalam Prasasti Kalasan yang berangka tahun 778 M. Ada beberapa sumber yang menyebutkan asal-usul keluarga Syailendra, Yaitu :
 Sumber India
Nilakanta Sastri dan Moes yang berasal dari India dan menetap di Palembang menyatakah bahwa pada tahun 683 M keluarga Syailendra melarikan diri ke Jawa karena terdesak oleh Dapunta Hyan.
Sumber Funan
Menurut Codes, Syailendra yang ada di Nusantara berasal dari Funan (Kamboja). Kerusuhan yang terjadi di Funan mengakibatkan Kerajaan Funan menyingkir ke Jawa dan menjadi penguasa di Mataram pada abad ke-8 M dengan menggunakan nama Syailendra.
Sumber Jawa
Menurut Purbatjaraka, Keluarga Syailendra adalah keturunan Wangsa Sanjaya di era pemerintahan Rakai Panangkaran. Raja dari keluarga Syailendra adalah asli Nusantara sejak Rakai Panangkaran berpindah agama menjadi agama Budha Mahayana. Pendapatnya berdasarkan Carita Parahiyangan berisi bahwa Sanjaya menyerahkan kekuasaanya kepada puteranya, yaitu Rakai Tamperan atau Rakeyan Panambaran dari Tejakencana dan memintanya untuk berpindah agama.

Selain dari teori tersebut di atas dapat dilihat dari beberapa Prasasti yang ditemukan, Yaitu :
Prasasti Sojomerto
Prasasti berasal dari abad ke-7, berbahasa Melayu Kuno di desa Sojomerto, Kabupaten Pekalongan yang menjelaskan Dapunta Syailendra adalah penganut agamat Siwa
Prasasti Kalasan
Prasasti pada tahun 778 M merupakan peninggalan Wangsa Sanjaya. Prasasti menceritakan tentang pendirian Candi Kalasan oleh Rakai Panagkaran atas permintaan keluarga Syailendra serta sebagai hadiah desa Kalasan umat Buddha.
Prasasti Klurak
Prasasti pada tahun 782 M, di daerah Prambanan berisi tentang pembuatan Arca Manjusri sebagai perwujudan Sang Buddha, Wisnu dan Sanggha. Selain itu, berisi nama raja saat itu yang bernama Raja Indra.
Prasasti Ratu Boko
Prasasti pada tahun 865 M, berisi tentang kekalahan Raja Balaputra Dewa dalam perang saudara melawan Rakai Pikatan dan melarikan diri ke Palembang.

Nama Syailendra muncul dalam Prasasti Klurak  (782 M) “Syailendrawansantilakena”, Prasasti Abhayagiriwihara (792 M) “Dharmmatunggadewasyasailendra”, Prasasti Kayumwunan (824 M) “Syailendrawansatilaka”,


3.     Kehidupan Ekonomi, Sosial dan Politik
Kehidupan sosial Kerajaan Mataram, Dinasti Syailendra membuat candi dengan menggunakan tenaga rakyat secara bersama. Dari segi budaya, juga banyak meninggalkan bangunan-bangunan megah dan bernilai.
Adapun Raja-raja yang pernah berkuasa, yaitu :
1.      Bhanu (752 – 775 M)
Raja Banu merupakan Raja pertama sekaligus pendiri Wangsa Syailendra
 2.      Wisnu (775 – 782 M)
Pada masa pemerintahannya, Candi Borobudur mulai dibangun tepatnya 778 M.
 3.      Indra (782 – 812 M)
Pada masa pemerintahannya, Raja Indra membuat Klurak berangka tahun 782 M, di daerah Prambanan.
4.      Samaratungga ( 812 – 833 M)
Raja Samaratungga menjadi pengatur segala kehidupan rakyatnya. Sebagai raja Mataram Buddha, Samaratungga sangat menghayati nilai agama dan budaya. Pada masa pemerintahannya Candi Borobudur selesai dibangun.
5.      Pramodhawardhani (883 – 856 M)
Pramodhawardhani adalah putri Samaratungga yang dikenal cerdas dan cantik. Beliau bergelar Sri Kaluhunan, artinya seorang sekar kedhaton menjadi tumpuan bagi rakyat. Ia menjadi permaisuri raja Rakai Pikatan dari Wangsa Sanjaya.
6.      Balaputera Dewa (883 – 850 M)
Balaputera Dewa adalah putera Raja Samaratungga dari ibu yang bernama Dewi Tara, puteri raja Sriwijaya. Dari Prasasti Ratu Boko, terjadi perebutan tahta kerajaan oleh Rakai Pikatan yang menjadi suami Pramodhawardhani. Balaputera Dewa merasa berhak mendapatkan tahta karena beliau merupakan anak laki-laki berdarah Syailendra dan tidak setuju terhadap tahta yang diberikan kepada Rakai  Pikatan keturunan Sanjaya. Dalam peperangan saudara, Balaputera Dewa kalah dan melarikan diri ke Pelembang.
 

4.     Keruntuhan Wangsa Syailendra
Sejak terjadi perebutan kekuasaan dan dipimpin oleh Rakai Pikatan, agama Hindu mulai mengganti agama Buddha. Sejak saat itu, berakhirnya masa Wangsa Syailendra di Mataram.

Dari kedua Wangsa yang berkuasa di Mataram, masih dapat dilihat dari bangunan suci, yaitu :
Candi di pegunungan Dieng, Candi Gedung Songo, Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi Prambanan, Candi Sambi Sari dan lain-lain.



 Kerajaan Mataram Kuno/ Mataram Hindu-Buddha

Kerajaan Mataram Kuno sering disebut Bhumi Mataram, yang terletak di Jawa Tengah dengan Pusat Pemerintahan di Lembah Sungai Progo (Magelang). Kerajaan Mataram didirikan sekitar abad ke-8 dan abad ke-10. Nama Mataram pertama kali disebut pada prasasti yang ditulis pada masa raja Balitung. Mataram dikelilingi oleh banyak pegunungan dan dialiri sungai Progo, Bogowonto, Elo, dan Bengawan Solo. Mataram Kuno adalah sebagai pembeda terhadap Mataram Baru/ Kesultanan Mataram (Islam).


Sumber-sumber Prasasti

      Prasasti yang dapat menjelaskan keberadaan Kerajaan Mataram Kuno, antara lain:

a.      Prasasti Canggal, ditemukan di Candi Gunung Wukir di desa Canggal sekitar tahun 732 M dalam bentuk Candrasangkala (susunan kalimat/gambar yang dapat dibaca sebagai angka).
Prasasti ini ditulis dalam huruf pallawa dan bahasa Sansekerta, isinya tentang pendirian Lingga (lambang Siwa) di desa Kunjarakunja oleh Raja Sanjaya dan berisi bahwa raja pertama Sanna diganti oleh Sanjaya, anak Sannaha (saudara perempuan Sanna).

b.   Prasasti Kalasan, ditemukan di desa Kalasan Yogyakarta sekitar tahun 778 M, peninggalan Wangsa Sanjaya. Prasasti ini ditulis dalam huruf Pranagari (India Utara) dan bahasa Sansekerta. Isinya tentang pendirian Candi Kalasan oleh Rakai Panangkaran atas permi-  ntaan keluarga Syailendra dan sebagai hadiah desa Kalasan umat Buddha.

c.   Prasasti Mantyasih, ditemukan di Mantyasih Kedu di Jawa Tengah sekitar tahun 907 M, menggunakan bahasa Jawa Kuno. Prasasti ini disebut prasasti Balitung. Isinya tentang daftar silsilah raja Mataram yang mendahului Bality, yaitu Raja Sanjaya, Rakai Panangkaran, Rakai Panunggalan, Rakai Warak, Rakai Garung, Rakai Pikatan, Rakai Kayuwangi, Rakai Watuhumalang, dan Rakai Watukura Dyah Balitung.

d.   Prasasti Klurak, ditemukan di desa Prambanan sekitar tahun 782 M, ditulis dalam huruf Pranagari dan bahasa Sansekerta. Isinya tentang pembuatan arca Manjusri oleh Raja Indra yang bergelar Sri Sanggramadananjaya.
Maksud arca Manjusri adalah Candi sewu di Komplek Prambanan dan nama raja Indra berasal dari prasasti Ligor dan prasasti Nalanda peninggalan kerajaan Sriwijaya.


Sumber-sumber Candi

      Meliputi Candi-candi pegunungan Dieng, candi Gedung Songo, di Jawa Tengah Utara. Di Jawa Tengah Selatan, yaitu Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi Plaosan, Candi Prambanan, Candi Sambi Sari dan lain-lain.
      Kerajaan Mataram diperintahkan oleh dua dinasti/ wangsa, yaitu wangsa Sanjaya beragama Hindu Syiwa dan wangsa Syailendra beragama Buddha. Wangsa Sanjaya adalah orang yang pertama berkuasa, sesuai prasasti Canggal.
      Keluarga Sanjaya terdesak oleh keluarga Syailendra, tetapi tidak dapat diketahui secara pasti, yang pasti mereka sama-sama berkuasa di Jawa Tengah. Raja-raja yang berkuasa di keluarga Syailendra sesuai prasasti Ligor, Nalanda, dan Klurak adalah Bhanu, Wisnu, Indra, dan Samaratungga/ Samaragrawira. Sedangkan keluarga Sanjaya sesuai Prasasti Mantyasih adalah Ratu Sanjaya, Rakai Panangkaran, Rakai Panunggalan, Rakai Warak, Rakai Garung, Rakai Pikatan, Rakai Kayuwangi, Rakai Watuhumalang, dan Rakai Watukura Dyah Dharmmodaya Mahasambhu. Berdasarkan peninggalan Kerajaan Mataram, agama Hindu terletak di Jawa Tengah bagian Utara, dan agama Buddha terletak di Jawa Tengah bagian Selatan.
      Kedua dinasti bersatu dengan adanya Rakai Pikatan dengan Pramodwardhani (putri dari Samaratungga). Raja Samaratungga pun mempunyai putera bernama Balaputradewa (karena Raja menikah dengan keturunan Raja Sriwijaya). Kegagalan Balaputradewa merebut kekuasaan Rakai Pikatan menyebabkan dia menyingkir ke sumatera bersama kakeknya dan menjadi raja di Sriwijaya.
      Wawa adalah raja terakhir di kerajaan Mataram di keluarga dinasti Sanjaya. Pada masa pemerintahannya, Mataram mengalami kemunduran dan pusat pemerintahannya pun berpindah ke Jawa Timur oleh Mpu Sendok.
      Mpu Sendok mendirikan dinasti baru, yaitu dinasti Insyana kerajaan Medang Mataram, dia berkuasa sampai 947 M. Pengganti selanjutnya tidak diketahui, kecuali abad ke-11 yaitu Dharmawangsa Teguh (991-1016). Ia gigih menaklukkan Sriwijaya. Usahanya tidak berhasil, sebaliknya ia mengalami Pralaya/ kehancuran. Kehancuran terjadi karena Sriwijaya dibantu oleh kerajaan Wurawari, salah satu keluarga yang berhasil lolos dari serangan adalah Airlangga. Tahun 1019 Airlangga dinobatkan oleh pendeta Buddha dan Brahmana (pendeta Hindu) menjadi raja.
      Pada awal pemerintahannya, dia berusaha menyatukan daerah-daerah yang pernah dikuasai oleh Dharmawangsa, dan memindahkan ibukota kerajaan Medang dari Wutan Mas ke Kahuripan tahun 1013, memperbaiki pelabuhan Hujung Galuh, dan membangun bendungan Wrigin Sapta.
      Pada tahun 1041, Airlangga mundur dan memerintahkan untuk membagi kekuasaan menjadi 2 kerajaan, dalam rangka menghindari perebutan kekuasaan putera-putera nya. Yaitu Jenggan ibukota di Daka dengan ibukota Kahuripan dan Panjalu (Kediri) denga. Tetai karena itu, menyebabkan kerajaan Medang mengalami kehancuran.
      Dalam lapangan ekonomi, kerajaan Mataram mengembangkan perekonomian agraris karena letaknya di pedalaman dan daerahnya yang subur. Mataram juga mengembangkan kehidupan pelayaran, hal ini terjadi pada masa pemerintahan Balitung yang memanfaatkan sungai Bengawan Solo sebagai lalu lintas perdagangan menuju pantai utara Jawa Timur. Karena itu, maka tibul dugaan bahwa Mataram berpindah karena alasan itu.
      Karya Mataram Kuno terlihat pengaruh karya India namun Mataram Kuno berhasil mengubah karya India ke dalam Jawa di antaranya Mahabrata dan Ramayana dalam bahasa Jawa Kuno.

Raja-raja yang pernah berkuasa, yaitu :
1.      Bhanu (752 – 775 M)
2.      Wisnu (775 – 782 M)
3.      Indra (782 – 812 M)
4.      Samaratungga ( 812 – 833 M)
5.      Pramodhawardhani (883 – 856 M)
6.      Balaputera Dewa (883 – 850 M)

1 comment:

Jangan cuman baca ya. Kasih komentar, saran atau kritik juga nggak masalah, jadi bisa menjadi lebih baik lagi:-)

Serch Blog