April 26, 2011

Cerpen - Pensil dan Penghapus


By: Cindy Maya Y
SMA Katolik Untung Suropati
Sidoarjo Jawa Timur

Siang ini, panas benar-benar menyengat kulit. Hanya segelintir orang yang berlalu lalang dijalanan. Salah satunya adalah karin Febiola, yang akrab disapa Karin. Sepintas, Karin tidak berbeda dengan gadis lainnya. Tubuhnya kecil mungil, kulitnya putih, wajahnya cantik dengan dibingkai rambut hitam sepinggang. Dia memakai topi, t-shirt biru, dan celana selutut. Benar-benar penampilan gadis seperti pada umumnya. Yang membedakan adalah kenyataan bahwa dia anak asuh dari salah seorang hartawan di kota ini. Karin saat ini sedang dalam perjalanan menuju rumah orang tua asuhnya.



'Panas banget. Kalau bukan karena Ayah dan Bunda, aku gak mungkin mau panas-panasan kayak gini' gumam Karin sambil mengusap peluhnya. Dia sudah sampai didepan pagar rumah keluarga Hadinata, keluarga asuhnya. Sesudah memencet bel, munculah lelaki tua berpakaian sederhana untuk membuka pagar. Lelaki itu adalah Pak Sukri, tukang kebun keluarga Hadinata.

'Eh, mbak Karin. Masuk, mbak. Nyonya sudah nunggu mbak dari tadi' ujar Pak Sukri ramah.

'Iya, pak' jawab Karin sambil tersenyum.

Karin melangkahkan kakinya menuju rumah. Setelah masuk, Karin melihat seorang duduk disofa dengan posisi membelakanginya. Karin tak mengenalnya. Ditengah keheranannya, muncullah seorang lelaki dan perempuan yang tak lain adalah orang tua asuh Karin. Karin memanggilnya Ayah dan Bunda.

'Karin, uda lama kamu dateng?' tanya Pak Hadinata

'Gak kok, yah. Ini Karin baru aja dateng' jawab Karin sambil sesekali melirik seorang yang tak dikenalnya itu. Bukannya sombong, tapi karin sudah amat sangat mengenal keluarga Hadinata selama tiga tahun. Dan adanya seorang tak dikenal dirumah itu, yang bahkan tak menolehkan kepalanya membuat Karin penasaran.

'Karin, kenalin. Itu anak kandung Bunda' ujar Bu Hadinata sambil berjalan ke arah orang tak dikenal itu. 'Namanya Marcell. Marcello Daniel Hadinata. Selama ini kamu gak pernah liat Marcell karena dia kuliah di Jakarta. Ayah dan Bunda yang selalu kesana untuk menemuinya. Kuliahnya sudah selesai. Karena itu Ayah dan Bunda memintanya kembali'

Setelah dikenalkan, Marcell bukannya menoleh lalu tersenyum, tapi dia terus saja duduk tanpa mempedulikan orang disekitarnya. Karin yang memang supel langsung menghampiri Marcell dan mengulurkan tangannya.

'Hai,kak Marcell. Namaku Karin. Bisa dibilang aku adik asuh kak Marcell. Senang bertemu dengan kaka'

Marcell hanya diam. Dia tak membalas uluran tangan dari Karin. Dia menatap Karin dengan dingin lalu menoleh pada ibunya. 'Kenalannya udah kan? Aku ngantuk. Dah..' ucah Marcell sembari melangkahkan kakinya pergi. Dia tak menoleh sedikitpun pada Karin.

Karin melongo keheranan. Dia heran karena sikap orang tua dan anak begitu berbeda. Ayah dan Bundanya begitu ramah dan baik hati. Bagaimana bisa anaknya begitu sombong?

'Oyaa..' kata marcell saat di ujung tangga. 'Jangan pernah panggil aku kak Marcell. Jangan pernah sebut kata Marcell dihadapanku'

Karin tambah melongo. Dia hanya bisa menikuti kepergian Marcell dengan heran.

'Maafin Marcell ya, Karin' ujar Bu Hadinata

'Eh, iya Bunda. Karin gak marah kok. Karin cuman heran, kok kak Marcell bisa dingin kayak gitu'

'Duduklah, Karin. Kami mau menceritakan sesuatu' ujar Bu Hadinata. Karin menurut. Dia duduk di depan orang tua asuhnya, ditempat Marcell duduk tadi.

Bu Hadinata menarik nafas sesaat sebelum bercerita. 'Dulu, kami punya dua anak. Marcell dan adiknya. Dulu kami memanggil Marcell dengan panggilan Ello. Sedangkan adiknya, Marcella, dipanggil Ella. Mereka sangat dekat. Marcell benar-benar menjaga adiknya. Ella memanggilnya Marcell. Karena terbiasa kami juga jadi memanggilnya Marcell. Namun sayang, Ella sakit-sakitan. Setelah diperiksakan ke dokter berkali-kali, baru ketahuan bahwa dia mengidap kanker paru-paru. Empat tahun lalu, Ella meninggal'

Bu Hadinata diam sejenak. Matanya berkaca-kaca. Setelah menerawang jauh beberapa detik, dia melanjutkan ceritanya. 'Setelah Ella meninggal, Marcell jadi sosok yang pendiam. DIa lalu mengutarakan niatnya untuk masuk kedokteran UI. Kami tak bisa menolak. Setelah lulus SMA, dia ke Jakarta. Kami yang ditinggalkan kedua anak kami, merasa sangat kesepian. Akhirnya kami memutuskan untuk mengambil anak asuh'

Suasana hening setelah Bu Hadinata bercerita. Keheningan yang menyedihkan. Akhirnya, Pak Hadinata memecah keheningan. 'Kami benar-benar tidak menyangka Marcell akan jadi seperti ini. Kami benar-benar minta maaf. Awalnya kami memintamu datang kesini dengan harapan dia bisa menemukan sosok pengganti Ella. Tapi ternyata..'

'Karin ngerti, yah. Gimanapun posisi Ella gak mungkin bisa Karin gantikan. Justru karena itu kak Marcell marah. Dia gak mau posisi Ella digantikan oleh siapappun'

'Kau benar. Maaf membuatmu datang kesini dengan sia-sia. Sekarang biar Ayah panggilkan Marcell'

'Buat apa kak Marcell dipanggil?' ujar Karin takut.

'Mau gak mau, dia harus nganterin kamu pulang' ujar Bunda. Pak Hadinata sudah pergi untuk memanggil Marcell. Tak lama kemudian, Pak Hadinata muncul bersama Marcell yang tampak suntuk.

'Ayo, cepet' bentak Marcell

'I..i..ya' jawab Karin tergagap. Dia berpamitan dengan keluarga Hadinata lalu mengikuti Marcell.

'Jangan ngebut ya, Cell' ujar Bu Hadinata khawatir.

'Gak janji, Ma' jawab Marcell pendek. 'Ayo cepet naik' bentak Marcell lagi.

Marcell melajukan mobilnya gila-gilaan. Untungnya jalanan sepi. Tapi tetap saja Karin ketakutan.

'Jangan ngebut dong ' rintih Karin. Marcell diam. Dia tidak menjawab namun mengurangi laju mobilnya.

'Makasih' ujar Karin lega

Suasana hening. Karin memandang takut pada Marcell. Dia takut mengajaknya bicara. Bisa-bisa dia kena bentak lagi.

'Gimana mama dan papa bisa menemukan gembel kayak kamu?' tanya Marcell dingin. Karin tidak menjawab. Wajahnya pucat pasi. SIsa perjalanan dihabiskan dalam keheningan.



Sesampainya dirumah Karin, sebelum Karin turun dari mobil, Karin menoleh pada Marcell. Dia menatap dingin pada Marcell sambil berkata. 'Kamu nganggep aku miskin? Gembel? Gak salah? Kamulah yang miskin! Miskin itu bukan cuma soal uang. Kemiskinan itu bisa soal hati. Dan kemiskinan terburuk adalah kesepian. Kamu yang kesepian karena merasa kehilangan adikmu, kamu yang kesepian karena papa dan mamamu jadi tidak memperhatikanmu semenjak meninggalnya adikmu, dan kamu yang kesepian karena tidak bisa membuka hati untuk orang lain, jauh lebih miskin daripada aku!' Setelah mengucapkan itu semua, Karin turun dari mobil tanpa menoleh sedikitpun.

Tiga minggu sudah peristiwa itu berlalu. Karin sering pergi ke rumah keluarga Hadinata, tapi dia tidak pernah bertemu Marcell. Bapak dan Ibu Hadinata juga tampaknya tidak tahu apa yang terjadi pada mereka berdua. Karin merasa bersalah, tapi dia lega sudah dapat mengatakan yang sebenarnya.

Pada sore minggu keempat sejak peristiwa itu, saat Karin bersiap untuk ke rumah orang tua asuhnya, tiba-tiba pintu rumahnya diketuk.

'Biar kuantar' ucap Marcell. Dialah yang mengetuk pintu rumah Karin. Walau heran, karin menurut. Dia masuk ke mobil. Sampai setengah perjalanan, Marcell menepikan mobilnya.

'Kenapa berhenti?' tanya Karin keheranan

'Terima kasih' ucap Marcell. Dia menatap mata Karin. 'Kamu benar, selama ini aku kesepian. Aku sudah kehilangan diriku yang sebenarnya. Aku rasa Ella pasti marah padaku. Dia cerewet, sama kayak kamu'

Karin tersipu. 'Maaf kalau omonganku terlalu keras. Tapi aku senang kamu sah bisa menerima kenyataan' ujar Karin sambil tersenyum.

'Kenyataan apa? Kenyataan kalau aku kesepian? Ya kamu benar. Sekarang kamu harus panggil aku kak Marcell'

'Baiklah, kak Marcell'

'Oya. Hari ini ulang tahunku. Kamu tau gak. Ini adalah hari ulang tahun paling berkesan buat aku. Aku mendapat hadiah yang benar-benar spesial. Aku mendapat kamu sebagai adikku. Aku harap kamu mau menjadi adkikku'

'Sebelum hari inipun aku sudah menjadi adikmu, kak' ujar Karin manis. Mereka berdua tertawa. Semenjak itu, mereka menjadi dua orang yang tak terpisahkan. Bagai pensil dan penghapus. Mereka saling melengkapi dan saling mengingatkan saat salah seorang melakukan kesalahan.

No comments:

Post a Comment

Jangan cuman baca ya. Kasih komentar, saran atau kritik juga nggak masalah, jadi bisa menjadi lebih baik lagi:-)

Serch Blog